10.22.2009

menfilter yang negatif




 Terima kasih,sahabat-sahabat yang telah memberikan masukan yang sangat berarti bagi saya. Sahabat setuju tidak menfilter pornografi yang dapat memperparah moralitas bangsa ini yang lagi ’sakit‘. Berbagai penyakit kronis ‘meng-epedemi’ seperti korupsi, saling menghina, saling mengutuk, malas, konsumerisme, dan apatis terhadap lingkungan dan sesama. Meskipun juga ada sebagian yang memiliki pandangan yang berbeda, yang tetap sangat saya hargai


 Padahal kita tahu bahwa media berperan sangat penting terhadap perubahan tingkah laku, moralitas, sikap, pola pikir kita, terutama generasi muda. Dan ironisnya, hingga saat ini, kita dapat dengan mudah menjumpai DVD porno bajakan, komik/majalah porno, acara TV yang merusak (berputar pada masalah cinta, hedonisme, gosip, ramalan/reg, pergaulan bebas, mistis-religius), dan terakhir situs porno yang tanpa difiltrasi oleh pemerintah.


Sehingga saat ini, terkesan menjadi lumrah ketika seorang remaja SMP menjadi penjajah seks, siswi kelas 2 SMP yang telah berganti-ganti pasangan, siswi SMU yang telah aborsi hingga 2 kali, oral seks, petting, dan segala macam tingkah laku tidak etis telah menjalar kepada generasi muda kita, genarasi penerus bangsa. Belum lagi perilaku konsumtif, hedonisme, hingga kekerasan dan perkosaan. Dan dalam hal ini, faktor lingkungan atau media memiliki andil, selain faktor keluarga dan sekolah.



Bahwa gerbang utama dalam menjaga moralitas/perilaku adalah mentalitas dari diri sendiri. Mentalitas dan kepribadian seseorang merupakan akumulasi dari proses pembelajaran dan adaptasi yang  dari lingkungan, yakni  keluarga, pendidikan agama, Majelis ,teman.



Setiap saat diri kita mentalitas dan kepribadian selalu berubah meski dalam tingkat dan kadar tertentu : kecil-besar. Pandangan, pemikiran, prinsip, dan sikap kita, telah dibentuk sejak kecil. Secara umum, ketika masa kanak-kanak, diri kita ‘terbentuk’ dari orang tua dan keluarga kita. Di masa menuju remaja, diri kita ‘dibentuk’ oleh keluarga, teman dan pendidikan. Di masa remaja, diri kita lebih merupakan refleksi dari lingkungan eksternal dan teman, ketimbang peran keluarga atau pendidikan.
Dan saat dewasa, kita telah memiliki suatu fondasi atau landasan yang cenderung kuat dalam memutuskan sesuatu karena kita telah ‘mengukir’ prinsip, kepribadian, keyakinan, pemikiran dan sikap selama perjalanan lebih 20 tahun hidup kita.





Dan bagi diri kita yang telah ‘mantap‘, tentu akan mudah menfiltrasi hal-hal negatif, dan mudah menerima hal positif. Tapi, kita perlu sadari bahwa kita hidup tidak sendiri di negeri ini, di dunia ini. Ada begitu banyak orang yang terjeremus tatkala narkoba mudah diperoleh. Ada begitu banyak orang menjadi ‘melek intelektualitas’ tatkala kurannya fasilitas pendidikan. Dan ada begitu banyak generasi muda yang ‘over’ tatkala mengikuti ‘media negatif’. Serta sekokoh-kokohnya diri kita yang merasa ‘kuat‘, kita bisa juga terjerumus karena ‘kata lingkungan’ [orang-orang].



Niat saja tentu belum cukup, kita butuh cara, sarana, dan sistem. Hal serupa-pun, kita tidak bisa naif mengatakan, “biarlah situs-situs porno dan kekerasan ‘berkeliaran’, yang penting saya memiliki moral yang kuat“. Kembali saya katakan, niat atau tekad saja belum cukup terutama generasi muda. Rasa ingin tahu bagi kalangan remaja akan menjadi ‘bom waktu’ tatkala lingkungan [media] yang negatif kita biarkan, kita pupuk atau kita kembangbiakan. Jadi, apakah kita perlu mengambil peran atau tidak, tergantung dari apa yang telah kita ‘ukir’…….Dan tentu, tanpa melanggar [ikut campur] privasi Anda untuk beraktivitas sendiri……



1 komentar:

ireng_ajah mengatakan...

Siapakah yang pantas disalahkan?? lingkungan keluarga? Lingkungan sekolah? Pergaulan?? Media?? atao diri kita sendiri??

Posting Komentar

Terimakasih sahabat telah berkunjung di blog sederhana ini
saya ada blog yang lain yaitu taman kunang-kunang terimakasih

Artikel

Followers